KEUTAMAAN SHALAT BERJAMA’AH DI MASJID (1)
Bagian pertama dari dua tulisan
Shalat adalah rukun
Islam kedua dan merupakan rukun Islam yang amat penting setelah
syahadatain. Shalat merupakan ibadah yang harus ditunaikan dalam
waktunya yang terbatas (shalat memiliki waktu-waktu tertentu) dan Allah
memerintahkan kita untuk selalu menjaganya. Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya shalat bagi orang mukmin ialah kewajiban yang tertentu (telah ditetapkan) waktunya.” (QS. An-Nisa:103)
“Jagalah shalat-shalat(mu) dan shalat wustha, dan berdirilah untuk Allah dalam keadaan khusyu’.” (QS. Al-Baqarah:238)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Islam dibangun
diatas lima perkara: syahadat bahwasanya tidak ada ilah yg berhak di
sembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan mendirikan
shalat…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sungguh telah banyak kaum
muslimin yang meninggalkan shalat, baik itu yang tidak mendirikan shalat
sama sekali ataupun menyia-nyiakan shalat dengan mengakhirkan waktu
shalat. Allah Ta’ala telah mengancam orang-orang yang meremehkan dan
mengakhirkan shalat dari waktunya. Allah berfirman:
“Maka datanglah sesudah mereka
(sesudah orang-orang pilihan Allah) pengganti yang menyia-nyiakan shalat
dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui
(akibat) kesesatannya.” (QS. Maryam:59)
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) mereka yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Ma’un:4-5)
Dan hendaknya orang-orang
yang masih mempunyai iman di hatinya takut akan sabda Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Dari Jabir radhiallah anhu, ia berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda,
‘Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan syirik dan kafir adalah meninggalkan shalat’.” (HR. Muslim)
Pada hadits Buraidah radhiallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Perjanjian antara kita dengan mereka ialah shalat, barangsiapa yang meninggalkannya maka ia telah kafir.” (HR. Ahmad dan Ahlus sunan mengeluarkannya dg sanad shahih).
Sesungguhnya shalat adalah penghubung antara hamba dengan Tuhannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya seseorang dari kamu jika sedang shalat, berarti ia bermunajat (berbicara) kepada Tuhannya.” (HR. Bukhari).
Dalam hadits qudsy, Allah Ta’ala berfirman:
“Aku membagi
shalat antara Aku dan hamba-Ku dalam dua bagian. Bagi hamba-Ku apa yang
ia minta (akan diberikan). Maka jika hambaku mengucapkan:
‘Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam’, Maka Allah menjawab: ‘Hamba-Ku memuji-Ku’. Jika ia mengucapkan:
‘Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’, Allah menjawab:’Hambaku menyanjung-Ku’. Jika ia mengucapkan:
‘Yang menguasai hari pembalasan’, Allah menjawab:’Hamba-Ku mengagungkan-Ku’. Jika ia mengucapkan:
‘Hanya Engkau yang kami sembah
dan hanya Engkau yang kami mohon pertolongan’, Allah menjawab: ‘Ini
bagian-Ku dan bagian hamba-Ku, dan baginya apa yang dia minta.’ Apabila
ia membaca:
‘Tunjukilah kami jalan yang
lurus (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat , bukan
(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan pula (jalan) mereka yang sesat.’ Maka Allah menjawab:’Ini bagian hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.’” (HR.Muslim)
Termasuk perkara yang menghiasi shalat
adalah perintah untuk melakukan shalat berjama’ah. Bahkan begitu
pentingnya shalat berjama’ah sampai-sampai mulai zaman Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sampai pada zaman para imam madzhab, mereka
semua sangat memperhatikannya. Bukahkah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wassalam sampai pernah mengucapkan keinginannya untuk menyuruh seseorang
mengimami orang-orang, dan yang lainnya mencari kayu bakar yang
kemudian akan digunakan untuk membakar rumah-rumah orang yang tidak
menghadiri shalat berjama’ah?.
Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam juga pernah bersabda:
“Barangsiapa yang mendengar adzan, lalu ia tidak mendatanginya (ke masjid), maka tidak ada shalat baginya.” (HR. Ibnu Majah, hadits ini shahih)
Berkata Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu:
“Barangsiapa yang suka bertemu Allah
kelak sebagai seorang muslim, maka hendaknya ia menjaga
shalat-shalatnya, dengan shalat-shalat itu ia dipanggil. sesungguhnya
Allah Ta’ala menggariskan kepada Nabi kalian jalan-jalan petunjuk
(sunnah-sunnah). Seandainya kalian shalat dirumah, seperti orang yang
terlambat ini shalat dirumahnya, niscaya kalian telah meninggalkan
sunnah Nabi kalian. Jika kalian meninggalkan sunnah Nabi kalian, niscaya
kalian tersesat. Dan tidaklah seorang laki-laki bersuci dengan sempurna
lalu sengaja ke masjid di antara masjid-masjid (yang ada) kecuali Allah
menuliskan baginya satu kebaikan untuk setiap langkah yang ia ayunkan
dan mengangkat pula dengannya satu derajat dan dengannya pula dihapus
satu dosa. Sebagaimana yang kalian ketahui, tak seorangpun
meninggalkannya (shalat berjama’ah) kecuali orang munafik yang nyata
kemunafikannya. Dan sungguh orang (yang berhalangan) pada masa itu,
dibawa datang (ke masjid) dengan dipapah oleh dua orang lalu
diberdirikan di dalam shaf.” (HR. Muslim)
Melaksanakan shalat
berjama’ah juga merupakan ibadah yang paling ditekankan, ketaatan
terbesar dan juga syi’ar Islam yang paling agung, tetapi banyak kalangan
yang menisbatkan diri kepada Islam meremehkan hal ini. Sikap meremehkan
ini bisa karena beberapa faktor, antara lain:
a.
Mereka tidak mengetahui apa yang disiapkan oleh Allah Ta’ala berupa
ganjaran yang besar dan pahala yang melimpah bagi orang yang shalat
berjama’ah atau mereka tidak menghayati dan tidak mengingatnya.
b. Mereka tidak mengetahui hukum shalat berjama’ah atau pura-pura tidak mengetahuinya.
Oleh karena itulah, dibawah ini akan saya sampaikan keutamaan-keutamaan shalat berjama’ah dimasjid.
KEUTAMAAN SHALAT BERJAMAH
A. Hati yang Bergantung di Masjid akan Berada di Bawah Naungan (‘Arsy) Allah Ta’ala Pada Hari Kiamat.
Di antara apa yang
menunjukkan keutamaan shalat berjama’ah ialah bahwa siapa yang sangat
mencintai masjid untuk menunaikan shalat berjama’ah di dalamnya, maka
Allah Ta’ala akan menaunginya di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak
ada naungan kecuali naungan-Nya. Dari sahabat Abu Hurairah radhiallah
anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
“Ada tujuh
golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari
yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: imam yang adil, pemuda yang
tumbuh dalam beribadah kepada Rabb-nya, seseorang yang hatinya
bergantung di masjid-masjid, dua orang yang saling mencintai karena
Allah berkumpul dan berpisah karena-Nya, seseorang yang dinginkan
(berzina) oleh wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan, maka ia
mengatakan,’ Sesungguhnya aku takut kepada Allah’,seseorang yang
bersadaqah dengan sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang di nafkahkan oleh tangan kanannya, dan seseorang
yang mengingat Allah dalam keadaan sepi (sendiri) lalu kedua matanya
berlinang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan saat menjelaskan sabdanya, “Dan seseorang yang hatinya bergantung di masjid-masjid.”
“artinya, sangat
mencintainya dan senantiasa melaksanakan shalat berjamaah di dalamnya.
Maknanya bukan terus-menerus duduk di masjid.” (Syarh an Nawawi VII/121)
Al ‘Allamah al ‘Aini rahimahullah menjelaska apa yang dapat dipetik dari sabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam ini, “Didalamnya
berisi keutamaan orang yang senantiasa berada di masjid untuk
melaksanakan shalat berjama’ah, karena masjid adalah rumah Allah dan
rumah setiap orang yang bertakwa. Sudah sepatutnya siapa yang dikunjungi
memuliakan orang yang berkunjung; maka bagaimana halnya dengan Rabb
Yang Maha Pemurah?”.
B. Keutamaan Berjalan ke Masjid untuk Melaksanakan Shalat Berjama’ah
1. Dicatatnya langkah-langkah kaki menuju masjid.
(Rasul) yang berbicara dengan wahyu,
kekasih yang mulia Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menjelaskan bahwa
langkah kaki seorang muslim menuju masjid akan dicatat. Imam Muslim
meriwayatkan dai Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma, ia mengatakan,”Bani
Salimah ingin pindah ke dekat masjid, sedangkan tempat tersebut kosong.
Ketika hal itu sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam,
maka beliau bersabda:
“Wahai Bani Salimah! Tetaplah di pemukiman kalian, karena langkah-langkah kalian akan dicatat.”
Mereka mengatakan:
“Tidak ada yang mengembirakan kami bila kami berpindah.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan dalam menjelaskan sabdanya: “Wahai Bani Salimah! Tetaplah di pemukiman kalian, karena langkah-langkah kalian akan di catat.”
“Artinya, tetaplah dipemukiman kalian!
Sebab, jika kalian tetap di pemukiamn kalian, maka jejak-jejak dan
langkah-langkah kalian yang banyak menuju ke masjid akan dicatat.”
(Syarh an NawawiV/169)
‘Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma mengatakan, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam sunannya, “Pemukiman kaum Anshar sangat jauh dari masjid, lalu mereka ingin agar dekat dengannya, maka turunlah ayat ini,
“Dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.”(QS. Yasin:12)
Akhirnya, mereka tetap tinggal di pemukiman mereka.” (HR.Ibnu Majah)
Pencatatan langkah-langkah
orang yang menuju masjid bukan hanya ketika ia pergi ke masjid, tetapi
juga dicatat ketika pulang darinya. Imam Muslim meriwayatkan dari Ubay
bin Ka’ab radhiallahu anhu tentang kisah seorang Anshar yang tidak
pernah tertinggal dari shalat berjama’ah, dan tidak pula ia menginginkan
rumahnya berdekatan dengan masjid, bahwa ia berkata kepada Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Aku tidak bergembira
jika rumahku (terletak) didekat masjid. Aku ingin agar langkahku ke
masjid dan kepulanganku ketika aku kembali kepada keluargaku dicatat.”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Allah telah menghimpun semua itu untukmu.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat Ibnu Hibban:
“Allah telah memberikan itu semua kepadamu. Allah telah memberikan kepadamu apa yang engkau cari, semuanya.” (HR.Ibnu Majah)
2. Para Malaikat yang mulia saling berebut untuk mencatatnya.
Diantara dalil yang
menunjukkan keutamaan berjalan ke masjid untuk menunaikan shalat
berjama’ah bahwa Allah meninggikan kedudukan langkah-langkah orang yang
(berjalan) menuju ke masjid, bahkan para Malaikat yang didekatkan
(kepada Allah) berebut untuk mencatatnya dan membawanya naik ke langit.
Imam at Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma, ia mengatakan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Tadi malan
Rabb-ku tabaarakta wata’aala, mendatangiku dalam rupa yang paling
indah.”(Perawi mengatakan,’Aku menduganya mengatakan,’Dalam mimpi.’).
Lalu Dia berfirman, “Wahai Muhammad! Tahukah engkau, untuk apa para
Malaikat yang mulia saling berebut?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wassalam berkata:”Aku menjawab,’Tidak’. Lalu Dia meletakkan Tangan-Nya
di antara kedua pundakku sehingga aku merasakan kesejukannya di dadaku
(atau beliau mengatakan,’Di leherku’). Lalu aku mengetahui apa yang ada
di langit dan apa yang ada di bumi.”Dia berfirman,”Wahai
Muhammad!Tahukah engkau untuk apa para Malaikat yang mulia saling
berebut?” Aku menjawab,”Ya, tentang kaffarat (perkara-perkara yang
menghapuskan dosa). Kaffarat itu adalah diam di masjid setelah
melaksanakan shalat, berjalan kaki untuk melaksanakan shalat berjama’ah,
dan menyempurnakan wudhu pada saat yang tidak disukai.” (HR. Tirmidzi, hadits ini shahih).
Seandainya berjalan kaki
untuk shalat berjama’ah tidak termasuk amal yang mulia, niscaya para
Malaikat muqarrabun tidak akan berebut untuk mencatat dan membawanya
naik ke langit.
3. Berjalan menuju
shalat berjama’ah termasuk salah satu sebab mendapatkan jaminan berupa
kehidupan yang baik dan kematian yang baik pula.
Tidak hanya para Malaikat
saling berebut untuk mencatat amalan berjalan kaki menuju shalat
berjama’ah, bahkan Allah menjadikan jaminan kehidupan yang baik dan
kematian yang baik pula. Disebutkan dalam hadist terdahulu:
“Barangsiapa
yang melakukan hal itu – yakni tiga amalan yang disebutkan dalam hadits,
di antaranya berjalan kaki menuju shalat berjama’ah – maka ia hidup
dengan baik dan mati dengan baik pula.”
Betapa besar jaminan ini!
Kehidupan yang baikdan kematian yang baik. siapakah yang menjanjikan hal
itu? Dia-lah Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada seorangpun yang lebih
menepati janji selain Dia.
4. Berjalan menuju shalar berjama’ah termasuk salah satu sebab dihapuskannya kesalahan-kesalahan dan ditinggikannya derajat.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Maukah aku
tunjukkan kepada kalian tentang perkara yang akan menghapuskan
kesalahan-kesalahan dan juga mengangkat beberapa derajat?” Para sahabat
menjawab,”Tentu, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda,”Menyempurnakan
wudhu’ pada saat yang tidak disukai, banyak melangkah ke masjid-masjid,
dan menunggu shalat setelah melaksanakan shalat. Maka, itulah ar-tibath
(berjuang di jalan Allah).” (HR. Muslim).
Ar-ribath pada asalnya
-sebagaimana dikatakan oleh al Imam Ibnul Atsir–adalah berdiri untuk
berjihad untuk memerangi musuh, mengikat kuda dan menyiapkannya. Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menyerupakan dengannya apa yang telah
disebutkan berupa amal-amal shalih dan peribadahan dengannya.
Penyerupaan ini juga menegaskan besarnya kedudukan tiga amalan yang
tersebut didalam hadits, di antaranya banyak melangkah ke masjid.
Keutaman ini juga berlaku
untuk seseorang yang melangkah keluar dari masjid, Imam Ahmad
rahimahullah meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Amr radhiallahu anhuma, ia
mengatakan,”Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
yang pergi menuju masjid untuk shalat berjama’ah, maka satu langkah akan
menghapuskan satu kesalahan dan satu langkah lainnya akan ditulis
sebagai satu kebajikan untuknya, baik ketika pergi maupun pulangnya.” (HR. Ahmad, hadits ini shahih).
5. Pahala orang
yang keluar dalam keadaan suci (telah berwudhu) untuk melaksanakan
shalat berjama’ah seperti pahala orang yang melaksanakan haji dan umrah.
Imam Ahmad dan Abu Dawud
meriwayatkan , dari sahabat Abu Umamah radhiallahu anhu. Ia mengatakan
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
yang keluar dari rumahnya menuju masjid dalam keadaan bersuci (telah
berwudhu’) untuk melaksanakan shalat fardhu (berjama’ah), maka pahalanya
seperti pahala orang yang melaksanakan haji dan ihram.” (Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al Albani).
Zainul ‘Arab mengatakan dalam menjelaskan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: “Seperti pahala orang yang melaksanakan haji dan ihram,” “Yakni, pahalanya sempurna.” (‘Aunul Ma’buud II/357)
Allaahu Akbar, jika
sedemikian besarnya pahala orang yang keluar untuk menunaikan shalat
berjama’ah , maka bagaimana halnya pahala melakukan shalat berjama’ah?
6. Orang yang keluar (menuju masjid) untuk melaksanakan shalat berjama’ah berada dalam jaminan Allah Ta’ala.
Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam menjelaskan bahwa orang yang keluar menuju shalat berjama’ah
berada dalam jaminan Allah Ta’ala. Imam bu Dawud rahimahullah
meriwayatkan dari Abu Umamah radhiallahu anhu, dari Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
“Ada tiga
golongan yang semuanya dijamin oleh Allah Ta’ala, yaitu orang yang
keluar untuk berperang di jalan Allah, maka ia dijamin oleh Allah hingga
Dia mewafatkannya lalu memasukkannya ke dalam Surga atau
mengembalikannya dengan membawa pahala dan ghanimah, kemudian orang yang
pergi ke masjid, maka ia dijamin oleh Allah hingga Dia mewafatkannya
lalau memasukkannya ke dalam Surga atau mengembalikannya dengan membawa
pahala, dan orang yang masuk rumahnya dengan mengucapkan salam, maka ia
dijamin oleh Allah.” (HR. Abu Dawud, di shahihkan oleh syaikh al Albani)
7. Orang yang keluar untuk melaksanakan shalat berjama’ah berada dalam shalat hingga kembali ke rumah.
Imam Ibnu Khuzaimah
meriwayatkan dalam shahihnya dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, ia
mengatakan,”Abul Qasim Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Jika salah
seorang dari kalian berwudhu’ di rumahnya, kemudian datang ke masjid,
maka ia berada dalam shalat hingga ia kembali. Oleh karenanya, jangan
mengatakan demikian-seraya menjaringkann diantara jari-jemarinya-.” (HR. Ibnu Khuzaimah, di shahihkan oleh Syaikh al Albani)
8. Kabar gembira
bagi orang-orang yang berjalan di kegelapan (untuk melaksanakan shalat
berjama’ah) dengan memperoleh cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.
Imam Ibnu Majah
meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad as Sa’di radhiallahu anhu, ia
mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Hendaklah
orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju masjid bergembira dengan
(mendapatkan) cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.” (HR.Ibnu Majah, syaikh al Albani menilainya shahih)
Ath Thayyibi rahimahullah
mengatakan,” Tentang disifatinya cahaya dengan kesempurnaan dan
pembatasannya dengan (terjadinya di) hari Kiamat, mengisyaratkan kepada
wajah kaum mukminin pada hari Kiamat, sebagaimana dalam firman Allah:
“Sedang cahaya
mereka memancar dihadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka
mengatakan,’Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami.’” (QS. At Tahriim:8) (dinukil dari ‘Aunul Ma’buud II/268)
Disampaing itu Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan kepada semua pihak agar
memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan di kegelapan
menuju masjid dengan kabar gembira yang besar ini. Imam Abu Dawud
meriwayatkan dari Buraidah radhiallahu anhu, Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju masjid
dengan cahay (yang akan diperolehnya) pada hari Kiamat.” (HR. Abu Dawud, di shahihkan oleh Syaikh al Albani)
Al-‘Allamah ‘Abdur Ra-uf al Munawi rahimahullah menjelaskan hadits ini, “Ketika
mereka berjalan dalam kesulitan karena senantiasa berjalan dalam
kegelapan malam menuju ketaatan, maka mereka diberi balasan berupa cahay
yang menerangi mereka pada hari Kiamat.” (Faidhul Qadiir III/201).
9. Allah menyiapkan persinggahan di Surga bagi siapa yang pergi menuju masjid atau pulang (darinya).
Di riwayatkan dari asy Syaikhan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
“Barangsiapa
yang pergi ke masjid dan pulang (darinya), maka Allah menyiapkan
untuknya persinggahan di Surga setiap kali pergi dan pulang.” (Muttafaq ‘alaih, lafazh ini milik Bukhari).
Jika persinggahan orang
yang pergi menuju masjid atau pulang darinya disiapkan oleh Allah, Rabb
langit dan bumi serta Pencipta alam semesta seluruhnya, maka bagaimana
persingahan itu??
C. Orang Yang Datang ke Masjid adalah Tamu Allah Ta’ala
Di antara apa yang menunjukkan keutamaan
shalat berjama’ah di masjid adalah apa yang dijelaskan oleh Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bahwa orang yang datang ke masjid adalah
tamu Allah Ta’ala, dan yang dikunjungi wajib memuliakan tamunya. Imam
ath Thabrani meriwayatkan dari Salman radhiallahu anhu bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa yang berwudhu’ di
rumahnya dengan sempurna kemudian mendatangi masjid, maka ia adalah
tamu Allah, dan siapa yang di kunjunginya wajib memuliakan tamunya.” (HR. ath Thabrani)
Bagaimana cara Allah
memuliakan tamu-Nya, sedangkan Dia adalah Rabb yang paling Pemurah,
Penguasa langit dan bumi? Para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam juga menegaskan hal ini. Imam Ibnul Mubarak rahimahullah
meriwayatkan dari ‘Amr bin Maimun, ia mengatakan, “Para sahabat
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengatakan,’Rumah Allah di bumi
adalah masjid, dan Allah wajib memuliakan siapa yang mengunjungi-Nya di
dalamnya.’” (Kiitab az Zuhd)
D. Allah Ta’ala Bergembira dengan Kedatangan Hamba-Nya ke Masjid untuk Melaksanakan Shalat Berjama’ah
Imam Ibnu Khuzaimah
meriwayatkan dari Abu Hurairah radiallahu anhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Tidaklah salah
seorang dari kalian berwudhu’ dengan baik dan sempurna kemudian
mendatangi masjid, ia tidak menginginkan kecuali shalat di dalamnya,
melainkan Allah bergembira kepadanya sebagaimana keluarga orang yang
pergi jauh bergembira dengan kedatangannya.” (HR.Ibnu Khuzaimah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)
Imam Ibnul Atsir rahimahullah mengatakan,”Al
Bassyu adalah kegembiraan kawan dengan kawannya, lemah lembut dalam
persoalan dan penyambutannya. Ini adalah permisalan yang dibuat tentang
penyambutan Allah kepadanya dengan karunia-Nya, mendekatkannya
(kepadanya) dan memuliakannya.” (An-Nihaayah fii Ghariibil Hadits wal
Atsar I/130).
E. Keutamaan Menunggu Shalat
Orang yang duduk menunggu
shalat, maka ia berada dalam shalat dan Malaikat memohonkan ampunan
serta memohonkan rahmat untuknya. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda:
“Salah seorang
dari kalian duduk untuk menunggu shalat, maka ia berada dalam shalat
selagi belum berhadats, dan para Malaikat berdo’a untuknya:’Ya Allah!
Berikanlah ampunan kepadanya, ya Allah! Rahmatilah ia’.” (HR. Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar